NILAI DASAR PERJUANGAN
I. DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercaya-an itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan, dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan pun harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah atau dengan cara yang salah, bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya.
Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam ke-nyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka ragam dikalangan masyarakat. Karena bentuk kepercayaan yang beraneka ragam dikalangan masyarakat. Karena bentuk ke-percayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: semuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang benar. Di samping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa keper-cayaan-kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu ke-mudian melembaga dalam tradisi-tradisi yang turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap segala kemungkinan perubahan tata nilai, maka dalam kenyataan ikatan tradisionil sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Disini terdapat kontradiksi: kepercayaan diperlukan sebagai sumber tata nilai guna menopang peradaban manusia, tetapi pula nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.
Oleh karena itu pada dasarnya, guna perkembangan peradab-an dan kemajuannya, manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai yang tradisionil, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah.
Perumusan kalimat persaksian (syahadat) Islam yang kesatu: Tiada Tuhan Selain Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan “tidak ada Tuhan” meniadakan segala bentuk kepercayaan sedangkan perkataan “selain Allah” memper-kecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada Ukuran Kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai-nilai. Hal itu berarti tunduk kepada Allah Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah itu disebut “Islam”.
Tuhan itu ada, dan yang ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman (empiris) dan lain-lain.
Tetapi justru karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun demi kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tata nilai yang bersumber kepada-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan dengan akal. Sebagaimana akal itu sendiri adalah perlengkapan manusia yang lebih tinggi tetapi tidak bertentangan dengan insting dan indera.
Sesuatu yang diperlukan itu adalah “Wahyu”, yaitu pengajaran atau pemberitahuan yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan sampai ke tingkat yang tertinggi tidak dimiliki oleh setiap orang, demikian pula wahyu tidak diberikan kepada setiap orang. Wahyu itu hanya diberikan melalui orang-orang tertentu memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri, yaitu para Nabi dan Rasul atau Utusan Tuhan. Dengan kewajiban para Rasul itu menyampaikan kepada seluruh manusia. Para Rasul dan Nabi itu telah lewat dalam sejarah, semenjak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa atau Yesus anak Maryam sampai kepada Muhammad. Muhammad adalah Rasul Allah yang penghabisan, jadi tiada Rasul lagi sesudahnya. Jadi para Nabi dan Rasul itu adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa mereka menerima wahyu dari Tuhan.
Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad Rasulullah terkumpul seluruhnya dalam kitab Suci Al-Qur’an. Selain berarti bacaan, kata Qur’an juga berarti “kumpulan” atau kompilasi, yaitu kompilasi daripada segala keterangan. Sekalipun secara garis besar, Al-Qur’an merupakan suatu kompendium, yang secara singkat namun meliputi mengandung keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam dan manusia, sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia dengan cara lain.1)
Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al-Quran, dengan terlebih dahulu mempercayai ke-Rasulan-an Muhammad. Maka kalimat persaksian yang kedua memuat esensi kedua daripada kepercayaan yang harus dianut umat manusia, yaitu bahwa ‘Muhammad adalah Rasul Allah’.
Kemudian di dalam Al-Quran didapat keterangan lebih lanjut tentang Tuhan Yang Maha Esa dan ajaran-ajaran-Nya, yang merupakan garis besar jalan hidup yang mesti diikuti oleh umat manusia. Tentang Tuhan antara lain surat Al-Ikhlas menerangkan singkat:
Katakanlah: dia adalah Allah Yang Maha Esa
Dia itu adalah Tuhan. Tuhan tempat menaruh segala harapan.
Tiada Ia berputra dan tiada pula ia berbapa.
Serta tiada sesuatu pun yang bagi-nya sepadan.2)
Selanjutnya dia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang, Maha Pengampun, dan seterusnya daripada segala sifat kesempurnaan yang selayaknya bagi yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seru sekalian alam.
Juga diterangkan bahwa Tuhan adalah ‘yang pertama dan penghabisan’, ‘yang lahir dan yang batin’(3), dan “ke mana juapun manusia berpaling maka di sanalah wajah Tuhan”(4), dan “Dia itu bersama kamu ke manapun kamu berada(5) jadi Tuhan tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Sebagai ‘yang pertama dan yang penghabisan’, maka sekaligus Tuhan adalah asal dan tujuan segala yang ada, termasuk tata nilai. Artinya: sebagaimana tata-nilai harus bersumberkan pada kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadanya, Ia pun sekaligus menuju kepada kebenaran dan mengarah kepada ‘persetujuan’ atau ‘ridla’Nya. Inilah kesatuan asal dan tujuan hidup sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yang benar diterangkan dibagian lain).
Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya, dan mengaturnya dengan pasti(6). Oleh karena itu, alam mempunyai eksistensi yang riel dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap. Dan sebagai ciptaan daripada sebaik-baik pencipta, maka alam mengandung kebaikan pada dirinya dan teratur secara harmonis(7). Alam ini diciptakan untuk manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya(8). Maka alam dapat dan harus dijadikan obyek penyelidikan guna dimengerti hukum-hukum Tuhan (sunnatullah) yang berlaku di dalamnya. Kemudian manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri(9).
Jadi kenyataan alam ini berbeda dengan persangkaan idealisme maupun agama Hindu yang mengatakan bahwa alam ini tidak mempunyai eksistensi real dan obyektif, melainkan semu, palsu atau maya, dan sekedar emansipasi atau pancaran daripada dunia lain yang kongkrit, yaitu ide ataupun Nirwana(10). Juga bukan seperti yang dikatakan filsafat Argonosticisme yang mengatakan bahwa alam tidak mungkin dimengerti oleh manusia. Dan sekalipun filsafat materialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai eksistensi riel dan obyektif serta dapat dimengerti oleh manusia namun filsafat itu mengatakan bahwa alam ada dengan sendirinya. Peniadaan pencipta atau peniadaan Tuhan adalah satu-satunya daripada filsafat materialisme.
Manusia adalah puncak ciptaan dan makhluk-Nya yang tertinggi(11). Sebagai makhluk tertinggi, manusia dijadikan ‘Khalifah’ atau wakil Tuhan di bumi(12). Manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya(13). Maka urusan dunia telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya bertanggung-jawab atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia di dunia ini membentuk rentetan peristiwa yang disebut ‘sejarah’. Dunia adalah wadah bagi sejarah, di mana manusia menjadi pemilik atau ‘raja’nya.
Sebenarnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti (sunnatullah) yang menguasai sejarah, sebagaimana adanya hukum yang menguasai alam. Tetapi berbeda dengan alam yang telah secara otomatis tunduk kepada sunnatullah itu, manusia karena kesadaran dan kemampuannya untuk mengadakan pilihan tidak tunduk kepada hukum-hukum kehidupannya sendiri(14). Ketidak-patuhan itu disebabkan sikap menentang atau karena kebodohan.
Hukum dasar alami daripada segala yang ada ialah ‘Percobaan dan Perkembangan’. Sebab: segala sesuatu itu rusak (berubah) kecuali Tuhan. Hal ini dikarenakan segala sesuatu ini adalah ciptaan Tuhan dan pengembangan oleh-Nya dalam suatu proses yang tiada henti-hentinya(15). Segala sesuatu ini berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan. Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah Tuhan sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu(16). Di dalam memenuhi tugas sejarah, manusia harus selalu berorientasi kepada kebenaran, dan untuk itu harus mengetahui jalan menuju kebenaran itu(17). Dia tidak selalu mesti mewarisi begitu saja nilai-nilai tradisional yang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya(18).
Oleh karena itu kehidupan yang baik ialah yang disemangati oleh iman dan diterangi oleh ilmu(19). Bidang iman dan percabangannya menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi ilmu tentang alam dan ilmu tentang manusia (sejarah).
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai kebenaran sejauh mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana adanya, tanpa melekatkan padanya kwalitas-kwalitas yang bersifat ketuhanan. Sebab sebagaimana diterangkan di muka, alam diciptakan dengan wujud yang nyata dan obyektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan dan Tuhan pun untuk sebagian atau seluruhnya, tidak sama dengan alam. Sikap mempertahankan dan mensucikan (sakralisasi) haruslah hanya ditujukan kepada Tuhan sendiri-Tuhan Allah Yang Maha Esa(20). Ini disebut ‘Tauhid’ dan lawannya disebut ‘Syirik’ artinya mengadakan tandingan yaitu mengadakan tandingan terhadap Tuhan, baik seluruhnya atau sebagian. Maka jelas bahwa syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban kemanusiaan yang menuju kebenaran.
Kesudahan sejarah atau kehidupan duniawi ini ialah ‘Hari Kiamat’. Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu kehidupan akhirat. Kiamat disebut juga ‘Hari Agama’ atau ‘Yaum-Ud-Dien’. Di mana Tuhan menjadi satu-satunya pemilik dan ‘Raja’(21). Di situ tidak lagi terdapat kehidupan historis seperti kebebasan, usaha dan tata-masyarakat. Tetapi yang ada ialah pertanggung-jawaban individual manusia yang bersifat mutlak dihadapan Illahi atau segala perbuatannya dahulu di dalam sejarah(22). Selanjutnya karena kiamat merupakan ‘Hari Agama’, maka tidak ada yang mungkin kita ketahui selain daripada yang diterangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan kelanjutannya/kehidupan akhirat yang non historis manusia hanya diharuskan percaya tanpa kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya(23).
II. PENGERTIAN - PENGERTIAN DASAR
TENTANG KEMANUSIAAN
Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan makhluk yang tertinggi. Dia adalah wakil Tuhan di bumi.
Sesuatu yang membuat manusia menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja: Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (hanief)(1). ‘Dlamier’ atau hati nurani adalah pancaran keinginan kepada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa(2).
Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati.
Kehidupan manusia dinyatakan dalam kerja atau amal perbuatannya(3). Nilai-nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang konkrit(4). Nilai hidup manusia tergantung kepada nilai kerjanya. Di dalam dan melalui perbuatan yang berprikemanusiaan (fitri-sesuai dengan tuntunan hati nurani) manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam dan melalui amal perbuatan yang tidak berprikemanusiaan (jahat) ia menderita kepedihan(5).
Hidup yang penuh berarti ialah yang dijalani dia dengan sungguh-sungguh dan sempurna, yang di dalamnya manusia dapat mewujudkan dirinya dengan mengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi keperluan-keperluannya. Manusia yang hidup berarti dan berharga ialah dia yang merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan yang membawa perubahan ke arah kemajuan-baik yang mengenai alam maupun masyarakat- yaitu hidup berjuang dalam arti yang seluas-luasnya(6). Dia diliputi oleh semangat mencari kebaikan, keindahan, dan kebenaran(7). Dia menyerap segala sesuatu yang baru dan berharga sesuai kebaikan dengan perkembangan kemanusiaan, dan menyatakannya dalam hidup berperadaban dan berkebudayaan(8). Dia adalah aktif, kreatif dan kaya akan kebijaksanaan (wisdom-hikmah)(9). Dia berpengaruh luas, berpikir bebas, berpandangan lapang dan terbuka, bersedia mengikuti kebenaran dari manapun datangnya(10). Dia adalah manusia toleran dalam arti kata yang benar, penahan amarah dan pemaaf(11). Keutamaan itu merupakan kekayaan kemanusiaan yang menjadi miliki dari pada pribadi-pribadi yang senantiasa berkembang dan selamanya tumbuh ke arah yang lebih baik
Seorang manusia sejati (insan kamil) ialah yang kegiatan mental dan fisiknya merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan rohani bukanlah dua kenyataan yang terpisah. Malahan dia tidak mengenal perbedaan antara kerja dan kesenangan ada dalam dan melalui kerja. Dia berprikebadian, merdeka, memiliki dirinya sendiri, menyatakan keluar corak perorangannya dan mengembangkan kepribadian dan wataknya secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan antara kehidupan individual dan kehidupan komunal, tidak membedakan antara dia sebagai perorangan dan sebagai anggota masyarakat. Hak dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk dirinya adalah juga sekaligus untuk sesama umat manusia. Baginya tidak ada pembagian dua (dikotonomi) antara kegiatan-kegiatan rohani dan jasmani, pribadi dan masyarakat, agama dan politik dalam suatu kesatuan kerja yang tunggal pancaran niatnya, yaitu mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran(12).
Dia adalah seorang yang ikhlas, artinya seluruh amal perbuatannya benar-benar berasal dari dirinya sendiri dan merupakan pancaran langsung daripada kecenderungannya yang suci dan murni(13). Suatu pekerjaan dilakukan karena keyakinan akan nilai pekerjaan itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh tujuan lain yang nilainya lebih rendah (pamrih)(14). Kerja yang ikhlas mengangkat nilai kemanusiaan pelakunya, dan memberinya kebahagiaan(15). Hal itu akan meng-hilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan, dan kerja atau amal akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan adalah kunci kebahagiaan hidup manusia; tidak ada kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan, dam keikhlasan selalu menimbulkan kebahagiaan.
Hidup secara fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memacar dari hati nurani yang hanief atau suci.
III. KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN
KEHARUSAN UNIVERSAL (TAKDIR)
Keikhlasan yang insani itu tidak pernah ada tanpa kemerdekaan. Kemerdekaan dalam arti sukarela tanpa paksaan yang didorong oleh kemauan yang murni, kemerdekaan dalam pengertian kebebasan memilih sehingga pekerjaan itu benar-benar dilakukan sejalan dengan hati nurani. Keikhlasan merupakan gambaran terpenting dari pada kehidupan manusia sejati. Kehidupan sekarang di dunia dan abadi (eternal) berupa kehidupan kelak sesudah mati di akhirat. Dalam aspek pertama manusia melakukan amal perbuatan dengan baik dan buruk yang harus dipukul secara individual dan komunal sekaligus(1). Sedangkan dalam aspek kedua manusia tidak lagi melakukan amal perbuatan, melainkan hanya menerima akibat baik dan buruknya dari amalannya terdahulu di dunia secara individual. Di akhirat tidak terdapat pertanggung-jawaban bersama tetapi hanya ada pertanggung-jawaban perseorangan (mutlak)(2). Manusia dilahirkan sebagai individu, hidup di tengah alam dan masyarakat sesamanya, kemudian menjadi individu kembali.
Jadi individualitas adalah pernyataan asasi yang pertama dan terakhir, daripada kemanusiaan, serta letak kebenarannya dari pada nilai kemanusiaan itu sendiri. Karena individu adalah penanggung-jawab terakhir dan mutlak dari pada amal perbuatannya, maka kemerdekaan pribadi, adalah haknya yang pertama dan asasi.
Tetapi individualitas hanyalah pernyataan yang asasi dan primer saja dari pada kemanusiaan. Kenyataan lain, meskipun bersifat sekunder, ialah bahwa individu hidup dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya. Manusia hidup di tengah alam dan sebagai makhluk sosial hidup di tengah alam dan sebagai makhluk sosial hidup di tengah sesama. Dari segi ini manusia adalah bagian dari keseluruhan alam yang merupakan suatu kesatuan. Oleh karena itu kemerdekaan harus diciptakan untuk pribadi dalam konteks hidup di tengah masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripada kemanusiaan tidak berarti bahwa esensi daripada kemanusiaan tidak berarti bahwa manusia selalu dan di mana saja merdeka. Adanya batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap yang menguasai alam. Hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri yang tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan manusia. Hukum-hukum itu mengakibatkan adanya “keharusan universal” atau “kepastian hukum” dan “takdir”(3). Jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam konteks hidup di tengah alam dan masyarakat di mana terdapat keharusan universal yang tidak tertaklukan, maka apakah bentuk hubungan yang harus dipunyai oleh manusia kepada dunia sekitarnya?.
Sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab penyerahan berarti peniadaan bagi kemerdekaan itu sendiri. Pengakuan akan adanya keharusan universal yang diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelum suatu usaha dilakukan berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum atau takdir hanyalah pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya suatu persyaratan yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuan tentan adanya kemungkinan-kemungkinan kreatif manusia. yaitu empat bagi adanya usaha yang bebas dan dinamakan “ikhtiar”, artinya pilih merdeka.
Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga berarti kegiatan dari manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang ditentukan sendiri di mana manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang integral dan bebas; dan di mana manusia tidak diperbudak oleh suatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan. Tanpa adanya kesempatan untuk berbuat atau berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka dan menjadi tidak bisa dimengerti untuk memberikan pertanggung-jawaban pribadi dari amal perbuatannya. Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah dunia dan dirinya sendiri(4). Jadi sekalipun terdapat keharusan universal atau takdir namun manusia dengan haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan menentukan bagi dunia dan dirinya sendiri.
Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan, maka percaya kepada takdir akan membawa keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu kegagalan dan tidak pula terlalu membanggakan diri karena suatu kemunduran. Sebab segala sesuatu tidak hanya terkandung pada dirinya sendiri, melainkan juga kepada keharusan yang universal itu(5).
IV. KETUHANAN YANG MAHA ESA DAN KEMANUSIAAN
Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara individu manusia dengan dunia sekitarnya bukan hubungan penyerahan. Sebab penyerahan peniadakan kemerdekaan dan keikhlasan dan kemanusiaan. Tetapi jelas pula bahwa tujuan manusia hidup merdeka dengan segala kegiatannya ialah kebenaran. Oleh karena itu sekalipun tidak tunduk kepada sesuatu apapun dari dunia sekelilingnya, namun manusia merdeka masih dan mesti tunduk pada kebenaran. Karena menjadikan sesuatu sebagai tujuan adalah berarti pengabdian kepada-nya.
Jadi kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup dan apabila demikian sesuai dengan pembicaraan terdahulu maka tujuan hidup terakhir dan mutlak adalah kebenaran terakhir dan mutlak sebagai dan tempat mendudukan diri. Apakah kebenaran terakhir dan mutlak itu? Ada, sebagai mana tujuan akhir dan mutlak daripada hidup itu ada. Karena sikap yang terakhir (unimate) dan mutlak maka sudah pasti kebenaran itu hanya satu secara mutlak pula.
Dalam perbendaharaan kata tidak kultur, kita sebut kebenaran mutlak itu “Tuhan”. Kemudian sesuai dengan Bab I, Tuhan itu menyatakan diri kepada manusia sebagai: Allah(1) karena kemutlakan Tuhan bukan saja tujuan segala kebenaran(2). Maka Dia adalah Yang Maha Benar. Setiap pikiran yang maha benar adalah pada hakekatnya pikiran tentang Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu seseorang manusia merdeka ialah yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Keikhlasan guna memperoleh persetujuan atau “ridha” dari pada-Nya. Sebagaimana kemanusiaan terjadi karena adanya kemerdekaan dan kemerdekaan ada karena adanya tujuan kepada Tuhan semata-mata. Hal ini berarti bahwa segala bentuk kegiatan hidup dilakukan hanyalah karena nilai-nilai kebenaran yang terkandung di dalamnya guna mendapat persetujuan atau ridha kebenaran mutlak, dan hanya pekerjaan karena Allah itulah yang bakal memberikan rewarding bagi kemanusiaan(3).
Kata iman berarti percaya alam hal ini percaya Tuhan sebagai tujuan hidup yang mutlak dan dapat mengabdikan diri kepada-Nya. Sikap penyerahan diri dan mengabdi ada Yang Maha Esa(4). Pelakunya disebut “muslim”. Tidak lagi diperbudak oleh sesama manusia atau sesuatu yang lain dari dunia sekelilingnya, manusia muslim adalah manusia yang merdeka yang menyerahkan dan menyembuhkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa(5). Semangat tauhid (memutuskan pengabdian hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa) menimbulkan kesatuan tujuan hidup, kesatuan pengabdian dan kemasyarakatan. Kehidupan bertauhid tidak lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia bertauhid adalah manusia sejati dan sempurna yang kesadaran akan dirinya tidak mengenal batas.
Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya dari keseluruhan (totalitas) dunia kebudayaan dan peradaban kebaikan-kebaikan dan peradaban kebudayaan.
Pembagian kemanusiaan tidak selaras dengan dasar kesatuan kemanusiaan (human totality) itu antara lain ialah pemisahan antara eksistensi ekonomi dan moral manusia, antara kegiatan duniawi dan ukhrowi, antara antara tugas-tugas peradaban dan agama. demikian pula sebaliknya anggapan bahwa manusia tujuan pada dirinya sendiri membela kemanusiaan seseorang menjadi manusia sebagai pelaku kegiatan dan manusia sebagai tujuan kegiatan. Kepribadian yang pecah berlawanan dengan kepribadian kesatuan (human totally) yang homogen harmonis pada dirinya sendiri, jadi berlawanan dengan kemanusiaan.
Oleh karena hakekat hidup adalah amal perbuatan atau kerja, akan nilai-nilai tidak dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan konkrit dan nyata(6). Kecintaan kepada Tuhan sebagai kebaikan, keindahan dan kebenaran yang mutlak dengan sendirinya memencar dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan alam dan masyarakat, berupa usaha-usaha yang nyata guna menciptakan sesuatu yang membawa kebaikan kebenaran bagi semua manusia “amal salah” (harfiah) pekerjaan yang selaras dengan hal ini (selaras dengan kemanusiaan) merupakan pancaran langsung dari iman(7)). Jadi Ketuhanan yang maha esa memencar dalam kemanusiaan. Sebaliknya karena kepada kebenaran, maka tidak ada kemanusiaan tanpa Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan tanpa Ketuhanan adalah tidak sejati(8). Oleh karena itu semangat Ketuhanan Yang Maha Esa dan semangat mencari ridha dari pada-Nya adalah dasar peradaban yang bear dan kokoh. Dasar lain itu pasti goyah dan akhirnya membawa keruntuhan peradaban(9).
Syirik merupakan kebalikan dari tauhid secara harfiah artinya mengadakan tandingan, dalam hal ini kepada Tuhan. Syirik adalah sifat menyerah dan menghambakan diri kepada sesuatu selain kebenaran baik kepada sesama manusia maupun alam. Karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi. Syirik merupakan kejahatan terbesar kepada kemanusiaan(10). Pada hakekatnya segala bentuk kejahatan dilakukan orang karena syirik(11). Sebab dalam melakukan kejahatan itu menghambakan diri kepada motif yang mendorong dilakukannya kejahatan tersebut yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Demikian pula karena syirik seseorang mengadakan pamrih atas pekerjaan yang dilakukan(12). Dan bekerja bukan karena nilai pekerjaan, itu sendiri dalam hubungannya dengan kebaikan, keindahan dan kebenaran, tetapi karena hendak memperoleh yang lain.
“Musyrik” adalah prilaku dari pada syirik. Seseorang yang menghamba-kan diri kepada sesuatu selain Tuhan baik manusia maupun alam disebut musyrik, sebab ia mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi setingkat Tuhan(13).
Demikian pula seseorang yang menghambakan (sebagaimana dengan tiran atau dictator) adalah musyrik, sebab mengangkat dirinya sendiri sama satu tingkat dengan Tuhan(14).
Kedua perlakuan itu merupakan penentangan terhadap kemanusiaan, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Maka sikap berprikemanusian adalah sikap yang adil, yaitu sikap menempatkan sesuatu kepada tempatnya yang wajar. Seseorang yang adil (wajar) ialah yang memandang manusia tidak melebihkan sehingga menghambakan dirinya pada-nya. Dia selalu menyimpan I’tikad baik dan lebih baik (ihsan) maka kebutuhan menimbulkan sikap yang adil dan baik kepada manusia (15).
V. INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Telah diterangkan di muka, bahwa pusat kemanusiaan adalah masing-masing pribadinya, dan bahwa kemerdekaan pribadi adalah hak asasinya yang pertama. Tidak ada sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaan itu. Juga telah dikemukakan bahwa manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai makhluk sosial, manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhan kemanusiaannya dengan baik tanpa berada di tengah sesamanya dalam bentuk-bentuk hubungan tertentu. Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan pribadi itu timbul perbedaan-perbedaan antara satu pribadi dengan yang lainnya(1). Sebenarnya perbedaan-perbedaan itu adalah bentuk kebaikannya sendiri, sebab kenyataan yang penting dan prinsipil, ialah bahwa kehidupan ekonomi, sosial dan cultural, menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda(2).
Pemenuhan sesuatu bidang kegiatan guna kepentingan masyarakat adalah suatu keharusan sekalipun hanya oleh sebagian anggotanya saja(3). Namun sejalan dengan prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan, dalam kehidupan yang teratur tiap-tiap orang harus diberi kesempatan untuk mengembangkan kecakapannya melalui aktivitas dan kerja yang sesuai dengan kecenderungannya dan bakatnya(4). Namun inilah kontradiksi yang ada pada manusia dia adalah makhluk yang sempurna dengan kecerdasan dan kemerdekaannya dapat berbuat baik kepada sesamanya, tetapi pada waktu yang sama ia merasakan pertentangan yang konstan dengan keinginan tak terbatas di bawah sadar yang jika dilakukan pasti merugikan orang lain. Keinginan tak terbatas sebagai hawa nafsu. Hawa nafsu cenderung ke arah merugikan orang lain (kejahatan) dan kejahatan dilakukan orang karena mengikuti hawa nafsu(5). Ancaman atas kemerdekaan masyarakat, dan karena itu juga berarti ancaman terhadap kemerdekaan pribadi anggotanya ialah keinginan tak terbatas atau hawa nafsu tersebut. Maka selain kemerdekaan, persamaan hak antara sesama manusia adalah esensi kemanusiaan yang harus ditegakkan. Realisasi persamaan dicapai dengan membatasi kemerdekaan. Kemerdekaan tak terbatas tidak dapat dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, kemerdekaan seseorang dibatasi oleh kemerdekaan orang lain. Pelaksanaan kemerdekaan tak terbatas hanya berarti pemberian kemerdekaan kepada pihak yang kuat atas lemah (perbedaan dalam segala bentuknya) sudah tentu hak itu bertentangan dengan prinsip keadilan. Kemerdekaan dan keadilan merupakan dua nilai yang saling menopang. Sebab harga diri manusia terletak pada adanya hak bagi orang lain untuk mengembangkan pribadinya sebagai kawan hidup dengan tingkat yang sama. Anggota-anggota masyarakat harus saling menolong dalam membentuk masyarakat yang berbahagia(6).
Sejarah dan perkembangan bukanlah suatu yang tidak mungkin dirubah. Hubungan yang benar antara manusia dan sejarah bukanlah penyerahan pasif, tetapi sejarah ditentukan oleh manusia itu sendiri. Tanpa pengertian ini adanya azab Tuhan (akibat buruk) dan pahala (akibat baik) bagi suatu amal perbuatan mustahil ditanggung manusia(7).
Manusia merasakan akibat perbuatannya sesuai dengan ikhtiarnya dalam hidup ini (sejarah) dalam hidup kemudian (sesudah sejarah)(8). Semakin seseorang bersungguh-sungguh dalam kekuatan yang bertanggung-jawab dalam kekuatan yang bertanggung-jawab dengan kesadaran yang terus menerus akan tujuan dalam membentuk masyarakat semakin ia mendekati tujuan(9). Manusia mengenali dirinya sebagai makhluk yang nilai dan martabatnya dapat sepenuhnya dinyatakan, jika ia mempunyai kemerdekaan tidak saja mengatur hidupnya sendiri tetapi juga untuk memperbaiki hubungan sesama manusia dalam lingkungan masyarakat. Dasar hidup gotong royong ini ialah keistimewaan dan kecintaan sesama manusia dalam pengakuan akan adanya persamaan dan kehormatan bagi setiap orang(10).
VI. KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI
Telah kita bicarakan tentang hubungan antara individu dan masyarakat di mana kemerdekaan dan pembatas kemerdekaan saling bergantungan, dan di mana perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada perencanaan manusia dan usaha-usaha bersamanya. Jika kemerdekaan dicirikan dalam bentuk yang tidak bersyarat (kemerdekaan tak terbatas) maka sudah terang bahwa setiap orang diperbolehkan mengejar dengan bebas segala keinginan pribadinya. Akibatnya pertarungan antara keinginan yang bermacam-macam itu satu sama lain dalam kekacauan atau (anarche)(1). Sudah barang tentu menghancurkan masyarakat dan meniadakan kemanusiaan. Sebab itu harus ditegakkan keadilan dalam masyarakat(2). Siapakah yang harus menegakkan keadilan dalam masyarakat sudah barang pasti ialah masyarakat sendiri, tetapi dalam prakteknya diperlukan adanya satu kelompok dalam masyarakat yang karena kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasa mengadakan usaha-usaha menegakkan keadilan itu dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang bersifat ke-manusiaan serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan(3).
Kualitas terpenting yang harus dipunyai, ras kemanusiaan yang tinggi, sebagai pancaran kecintaan yang tak terbatas pada Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang itu adalah pemimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakan keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya dan dalam waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaan sebagai manifestasi kesadarannya akan tanggung-jawab sosial.
Negara adalah bentuk masyarakat yang terpenting, dan pemerintah adalah susunan masyarakat yang terkuat dan berpengaruh. Oleh sebab itu pemerintah yang pertama berkewajib-an menegakkan keadilan. Maksud semula dan fundamental dari pada didirikannya negara dan pemerintah ialah guna melindungi manusia yang menjadi warga negara dari pada kemungkinan perusakkan terhadap kemerdekaan dan harga diri sebagai manusia sebaliknya setiap orang mengambil bagian yang dipertanggung-jawaban dalam masalah-masalah negara atas dasar persamaan yang diperoleh melalui demokrasi.
Pada dasarnya masyarakat dengan masing-masing pribadi yang ada di dalamnya haruslah memerintah dan memimpin diri sendiri(4). Oleh karena itu pemerintah haruslah merupakan kekuatan pemimpin yang lahir dari masyarakat sendiri. Pemerintah haruslah merupakan kekuatan pemimpin yang lahir dari masyarakat sendiri. Pemerintah haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat berdasarkan musyawarah dan di mana keadilan dan martabat kemanusiaan tidak terganggu(5). Kekuatan yang sebenarnya di dalam negara ada ditangan rakyat, dan pemerintahan harus bertanggung-jawab kepada rakyat.
Menegakkan keadilan mencakup penguasaan atas keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas (hawa nafsu) adalah kewajiban dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial untuk menjunjung tinggi prinsip kegotong-royong dan kecintaan sesama manusia. Menegakkan keadilan adalah amanat rakyat kepada pemerintah yang mesti dilaksana-kan(6). Ketaatan rakyat kepada pemerintah merupakan ketaatan pada diri sendiri yang wajib dilaksanakan. Didasari oleh sikap hidup yang benar, ketaatan kepada pemerintah termasuk dalam lingkungan ketaatan kepada Tuhan (kebenaran mutlak)(7). Pemerintahan yang benar dan harus ditaati ialah mengabdi kepada kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa(8).
Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan berpengaruh ialah menegakkan keadilan di bidang ekonomi atau pembagian kekayaan diantara anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian yang wajar dari kekayaan atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal batas-batas individual, sejarah merupakan perkembangan dialektis yang berjalan tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan golongan oleh ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi di satu pihak dan pengumpulan kekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa dilain pihak(9). Karena kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya jurang-jurang pemisah antara kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam. Proses selanjutnya yaitu bila sudah mencapai batas maksimal pertentangan golongan itu akan menghancurkan sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan dan peradabannya(10).
Dalam masyarakat yang tidak adil, kekayaan dan kemiskinan akan terjadi dalam kualitas dan proporsi yang tidak wajar sekalipun realitas selalu menunjukkan perbedaan-perbedaan antara manusia dalam kemampuan fisik dan mental, namun dalam kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintahan yang tidak menegakkan keadilan adalah keadilan yang merupakan perwujudan dari kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelaku dari kezaliman sedangkan orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh karena itu sebagai yang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada di pihak yang benar. Pertentangan antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum yang menjalankan kezaliman dengan yang dizalimi. Dikarenakan kebenaran pasti menang terhadap kebatilan, maka pertentangan itu akan disudahi dengan kemenangan tak terhindar bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam masyarakat(11).
Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah penindasan oleh kapitalisme. Dengan kapitalisme seseorang dapat dengan mudah memeras orang-orang yang berjuang mempertahan-kan hidupnya karena kemiskinan, kemudian merampas hak-haknya secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk memaksakan persyaratan kerja dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu menegakkan keadilan mencakup pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha akumulasi kekayaan pada kelompok kecil masyarakat(12). Sesudah syirik kejahatan terbesar kepada ke-manusiaan adalah menumpuk harta kekayaan beserta penggunaan-nya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak mengikuti jalan Tuhan(13). Maka menegakkan keadilan inilah membimbing manusia ke arah pelaksanaan tata masyarakat yang akan memberikan kepada setiap orang kesempatan yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat (amar ma’ruf) dan pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada manusia kepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar). Dengan perkataan lain harus diadakan restruktruksi-restruksi atau cara-cara memperoleh, mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang tidak bertentangan dengan kemanusiaan diperbolehkan (yang ma’ruf dihalalkan) sedangkan cara yang bertentangan dengan kemanusiaan dilarang (yang mungkar diharamkan)(14).
Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu masyarakat yang tidak menjalankan prinsip Ketuhanan yang maha esa, dalam hal ini pengakuan berketuhanan yang maha esa tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya dengan tidak berketuhanan sama sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan hidup sebelum menyatakan diri dalam amal perbuatannya yang nyata(15).
Dalam suatu masyarakat yang tunduk menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat diperbudaknya antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seseorang pekerja menguasai hasil pekerjaannya, tetapi justru dikuasai hasil pekerjaan itu. Produksi seorang buruh memperbesar kapital majikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai kapital tetapi kapital itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam dan memberikan sikap-sikap tertentu seperti serakah, ketamakan, dan kebengisan.
Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma’ruf nahi munkar sebagai mana diterangkan di muka, tetapi juga melalui pendidikan yang intensif terhadap pribadi-pribadi agar tetap mencintai kebenaran dan menyadari secara mendalam akan adanya Tuhan. Shalat merupakan pendidikan yang continue, sebagai bentuk formil peringatan kepada Tuhan. Shalat yang benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan kemungkar-an(16). Jadi shalat merupakan pedoman hidup yang benar(17). Shalat yang menyelesaikan masalah-masalah kehidupan, termasuk pe-menuhan kebutuhan yang ada secara intrinsik pada rohani yang mendalam, yaitu kebutuhan spiritual berupa pengabdian yang bersifat mutlak(18).
Pengabdian yang tidak tersalurkan secara benar kepada Tuhan yang maha esa tentu tersalurkan ke arah sesuatu yang lain, dan membahayakan manusia.
Dalam hubungan itu telah terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan fundamental terhadap kemanusiaan. Dalam masyarakat yang adil mungkin masih terdapat pembagian manusia menjadi golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu terjadi dalam batas-batas kewajaran dan kemanusiaan dengan pertautan kekayaan dan kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilik pribadi (private ownership) atas harga kekayaan dan adanya perbedaan-perbedaan tak terhindar dari kemampuan-kemampuan pribadi, fisik maupun mental(19). Walaupun demikian, usaha-usaha ke arah kebaikan dalam pembagian rezeki ke arah yang merata harus dijalankan oleh masyarakat. Dalam hal ini zakat adalah penyelesaian yang terakhir masalah perbedaan kaya dan miskin. Zakat dipungut dari orang kaya dalam jumlah presentase tertentu dan dibagikan kepada orang miskin(20).
Zakat dikenakan hanya atas harta yang diperoleh secara benar, syah dan halal saja. Sedang harta kekayaan yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik umum guna manfaat bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebelum penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus dibentuk suatu masyarakat yang adil berdasarkan Ketuhanan yang maha esa, di mana tidak didapati cara memperoleh kekayaan secara haram, dimana penindasan manusia oleh manusia dihapus(21).
Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana kekayaan itu diperoleh, juga ditetapkan bagaimana mempergunakan harta kekayaan itu. Pemilikan pribadi dibenarkan hanya jika digunakan hak itu tidak bertentangan, pemilikan pribadi menjadi batal dan pemerintah berhak mengajukan konfikasi(22).
Seorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan dalam batas-batas tertentu, yaitu dalam batas-tidak kurang tetapi juga tidak melebihi rata-rata atau israf yang bertentangan dengan kemanusiaan(23). Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan golongan dalam masyarakat membuat akibat destruktif(24). Sebaliknya penggunaan kurang dari rata-rata masyarakat (taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakat disebabkan terbukanya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan untuk manfaat bersama(25).
Hal itu merupakan kebenaran karena pada hakekatnya seluruh harta kekayaan ini adalah milik Tuhan(26). Manusia seluruhnya diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar dari padanya(27).
Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat relatif sebagaimana amanat dari Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri harus sejalan dengan yang dikehendaki Tuhan, untuk kepentingan umum(28). Maka kalau terjadi kemiskinan, orang-orang miskin diberi hak atas sebagian harta orang-orang kaya, terutama yang masih dekat hubungan keluarga(29). Adalah kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi kehidupan keluarga untuk memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan persyaratan hidup yang wajar sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi agar dia dan keluarganya dapat mengatur hidupnya secara hormat sesuai dengan keinginan-keinginannya untuk dapat menerima tanggung-jawab atas kegiatan-kegiatannya. Dalam prakteknya, hal itu bahwa pemerintah harus membuka jalan yang mudah dan kesempatan yang sama ke arah pendidikan, kecakapan yang wajar, kemerdekaan beribadah sepenuhnya dan pembagian kekayaan yang pantas(30).
VII. KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Dari seluruh uraian yang telah dikemukakan, dapatlah dikumpulkan dengan pasti bahwa inti dari kemanusiaan yang suci adalah iman dan kerja kemanusiaan atau amal saleh(1). Iman dalam pengertian kepercayaan akan adanya kebenaran mutlak yaitu Tuhan Yang Maha Esa, serta menjadikannya satu-satunya tujuan hidup dan tempat pengabdian diri yang terakhir dan mutlak. Sikap ini menimbulkan kecintaan yang tak terbatas pada kebenaran, kesucian dan kebaikan yang menyatakan dirinya dalam sikap perikemanusiaan. Sikap perikemanusiaan menghasilkan amal saleh, artinya amal yang bersesuaikan dengan dan meningkatkan kemanusiaan. Sebaik-baik manusia ialah yang berguna untuk sesamanya. Tetapi bagaimana hal ini dapat dilakukan manusia?.
Sebagaimana setiap perjalanan ke arah suatu tujuan ialah gerak ke depan demikian pula perjalanan umat manusia atau sejarah adalah gerak maju ke depan. Maka semua nilai dalam kehidupan relatif adanya berlaku untuk sesuatu tempat dan suatu waktu tertentu.
Demikianlah segala sesuatu berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada yaitu kebenaran mutlak (Tuhan)(2). Jadi semua nilai yang benar adalah bersumber atau dijabarkan dari ketentuan-ketentuan hukum-hukum Tuhan(3). Oleh karena itu manusia yang berikhtiar dan merdeka ialah yang bergerak. Gerak itu tidak lain gerak maju ke depan (progresif). Dia adalah dinamis, tidak statis. Dia bukanlah orang tradisonalis, apalagi reaksioner(4). Dia menghendaki terus-menerus sejalan dengan arah menuju kebenaran mutlak. Dia senantiasa mencari kebenaran-kebenaran selama perjalanan hidupnya. Kebenaran-kebenaran itu menyatakan dirinya dan ditemukan di dalam alam sejarah umat manusia.
Ilmu pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya, sekalipun relatif namun kebenaran-kebenaran merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui oleh manusia dalam perjalanan sejarah menuju kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran mutlak itu sendiri pada suatu saat dapat dicapai oleh manusia, yaitu ketika mereka telah memahami benar dan seluruh alam dan sejarahnya sendiri(5).
Jadi ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal saleh. Hanya mereka yang dibimbing oleh ilmu pengetahuan dapat berjalan di atas kebenaran-kebenaran, yang menyampaikannya kepada kepatuhan tanpa reserve kepada Tuhan Yang Maha Esa(6). Dengan iman dan kebenaran ilmu pengetahuan manusia mencapai puncak kemanusiaan yang tertinggi(7).
Ilmu pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar tentang dunia sekitarnya dan dirinya sendiri. Hubungan yang benar antara manusia dengan alam sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan. Manusia harus menguasai alam dan masyarakat, guna dapat mengarahkannya pada yang lebih baik. Penguasaan dan kemudian pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang hukum-hukumnya agar dapat menguasai dan menggunakannya bagi kemanusiaan. Sebab alam tersedia bagi umat manusia bagi kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Hal itu tidak dapat dilakukan kecuali mengarahkan kemampuan dan intelektual atau ratio(8). Demikian pula manusia harus memahami sejarah dengan hukum-hukum yang tetap(9). Hukum sejarah yang tetap (sunatullah untuk sejarah) yaitu garis besarnya ialah bahwa manusia akan menemukan kejayaan jika setia kepada kemanusiaan fitrinya dan menemui kehancuran jika menyimpang dari pada dengan menuruti hawa nafsu(10). Tetapi cara-cara perbaikan hidup sehingga terus-menerus maju ke arah yang lebih baik sesuai dengan fitrah adalah masalah pengalaman. Pengalaman ini harus ditarik dari masa lampau, untuk dapat mengerti ke masa sekarang dan memperhitungkan masa yang akan datang(11).
Menguasai dan mengarahkan masyarakat ialah mengganti kaidah-kaidah umumnya dan membimbingnya ke arah kemajuan dan perbaikan.
VIII. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari uraian yang telah lalu dapatlah diambil kesimpulan secara garis besar sebagai berikut:
I. Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keinginan mendekat serta kecintaan kepada-nya yaitu taqwa. Iman dan taqwa bukanlah nilai yang statis dan abstrak. Nilai-nilai itu memencar dengan sendirinya dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan dan amal saleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan prikehidupan yang benar dalam peradaban dan berbudaya.
II. Iman dan taqwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepada Tuhan. Ibadah mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan dan berpegang teguh kepada kebenaran sebagaimana dikehendaki oleh hati nurani yang hanief. Segala sesuatu yang menyangkut bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh daripada agama tanpa adanya hak manusia untuk mencampurinya. Ibadah-ibadah yang terus menerus kepada Tuhan menyadarkan manusia akan kedudukannya di tengah alam dan masyarakat. Ia tidak melebihkan dirinya kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan kemanusiaan orang lain, dan tidak mengurangi kehormatan dirinya sebagai makhluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri kepada alam maupun orang lain.
III. Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuk yang utama dalam usaha yang sungguh-sungguh secara esensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, baik dalam ukuran ruang maupun waktu yang menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti usaha-usaha yang terus-menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat kepada nilai-nilai yang baik, lebih maju dan lebih insani. Usaha itu ialah amar ma’ruf di samping usaha lain untuk mencegah segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai-nilai kemanusiaan dan nahi munkar. Selanjutnya bentuk kerja kemanusiaan yang lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha-usaha ke arah peningkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai manusia.
IV. Kesadaran dan rasa tanggung-jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu sikap hidup berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia, dalam bentuk gotong royong atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan menuntut keabsahan, kesabaran dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah kebahagiaan dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu persyaratan bagi berhasilnya perjuangan adalah barisan yang merupakan bangunan yang kokoh dan kuat. Mereka terikat satu sama lain oleh persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada musuh-musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang atau golongan lain.
V. Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen. Perjuangan kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu manusia harus mengetahui arah yang benar dari perkembangan peradaban di segala bidang. Dengan perkataan lain manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan menghancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahuan harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran tentang kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantara yang terbaik.
Dengan demikian tugas hidup manusia sangat sederhana, yaitu beriman, berilmu, dan beramal.
Billahitaufiq Wal Hidayah.
RUJUKAN
NIALAI DASAR PERJUANGAN
BAB I
DASAR-DASAR PERJUANGAN
01. Q.S. An-Nahl: 89
....وَنَزَّلنَا عَلَيْكَ الكِتَابَ تِبْيَاناً لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلمُسْلِمِينَ
“Dan Kami (Tuhan) telah turunkan kepada engkau (Muhammad) sebuah kitab (Al-Qur’an) sebagai keterangan tentang segala sesuatu serta sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang muslim”
02. Q.S. Al-Ikhlas: 1-4
قُل هُوَ اللَّهُ أَحَد. اللَّهُ الصَّمَدُ.لَمْ يَلِدْوَلَمْ يُولَد.ْوَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ
“Katakanlah : Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia adalah Tuhan tempat menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula Ia berbapa. Serta tiada satupun yang bagi-Nya sepadan”.
03. Q.S. Al-Hadid: 3
هُوَ الأَوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia adalah yang pertama dan yang terakhir, yang lahir dan yang batin”
04. Q.S. Al-Baqarah : 115
وَلِلّهِ المَشْرِقُ وَالمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ إِنَّ اللّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Maka kemanapun jua kamu berpaling, disanalah wajah Tuhan”.
05. Q.S. Al-Hadid: 4
... وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ ......
“Dan Ia (Tuhan) itu beserta kamu di manapun kamu berada”.
06. Q.S. Al-Anam:73
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِالحَقِّ.....
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan sebenar-benarnya”.
Q.S. Al-Furqon : 2
........وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيراً
“ Dan Ia (Tuhan menciptakan segala sesuatu kemudian mengaturnya dengan peraturan yang pasti”.
07. Q.S. Al-Mu’minun: 14
.......فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الخَالِقِينَ
“Maka Maha Mulialah Tuhan, sebaik-baiknya pencipta”.
08. Q.S. Luqman : 20
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً ......
“Tidaklah kamu memperhatikan bahwa Allah menyediakan bagi kamu segala sesuatu yang ada di langit dan segala sesuatu yang ada di bumi dan melimpahkan kepada kamu karunia-karunia-Nya baik yang nampak maupun yang tidak nampak?”
09. Q.S. Yunus : 101
قُلِ انظُرُواْ مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا تُغْنِي الآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَن قَوْمٍ لاَّ يُؤْمِنُونَ\
“Katakanlah: perhatikanlah olehmu apa-apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Yanda-tanda dan peringatan-peringatan itu tidak akan berguna bagi golongan manusia yang tidak percaya”.
10. Q.S. Shod : 27
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاء وَالأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلاً ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا ........
“Tidaklah Kami (Tuhan) menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada diantara keduanya itu secara palsu. Hal itu hanyalah prasangka orang-orang kafir saja”.
11. Q.S. Al-Tien : 4
لَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kamu (Tuhan) telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Q.S. Al-Isra : 70
......وَفَضَّلنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
”Dan Kami lebihkan mereka itu (umat manusia) di atas banyak dari segala sesuatu yang kami ciptakan dengan kelebihan yang nyata”.
12. Q.S. Al-An’am : 165
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلاَئِفَ الأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ العِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan Dialah (Tuhan) yang menjadikan kamu sekalian (umat mnausia) sebagai khalifah-khalifah di bumi, serta melebihkan sebagian dari kamu atas sebagian yang lain bertingkat-tingkat, untuk mneguji kamu dalam hal-hal yang telah dikaruniakan kepada kamu. Sesungguhnya Tuhanmu itu cepat siksa-Nya (akibat buruk daripada perbuatan manusia yang salah) dan dia itu pastilah maha pengampun dan maha penyayang (memberikan akibat baik atas perbuatan manusia yang benar)”.
13. Q.S. Hud : 61
.......هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا ......
“Dia (Tuhan) menumbuhkan kamu (umat manusia) dari bumi dan menyuruh kamu memakmurkannya”.
14. Q.S. Al-Ahzab:72
إِنَّا عَرَضْنَا الأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَالجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولاً
Sesungguhnya Kami (Tuhan) menawarkan sebuah amanat (akal pikiran) kepada langit-langit, bumi dan gunung-gunung, maka mereka menolak untuk menanggungnya dan merasa keberatan atas amanat itu dan manusialah yang menanggungnya; sesungguhnya manusia itu memper-sulit diri sendiri dan bodoh”.
15. Q.S. Al-Ankabut : 20
قُل سِيرُوا فِي الأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الخَلقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنشِئُ النَّشْأَةَ الآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah: mengembaralah kamu di muka bumi, kemudian perhatikanlah olehmu bagaimana Allah memulai penciptaannya kemudian mengembang-kan pertumbuhannya yang kemudian: sesungguhnya Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
16. Q.S. Al-Qashash : 88
.....كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ .....
“Segala sesuatu itu rusak (berubah) kecuali diri-Nya (Tuhan)
17. Q.S. Al-Isra:72
وَمَن كَانَ فِي هَـذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلاً
“Dan barangsiapa di sini (dunia) buta (tidak berilmu), maka di akhirat nanti buta pula dan lebih sesat lagi jalannya”.
18. Q.S. Al-Isra:36
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالبَصَرَ وَالفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
“Dan janganlah engkau mengikuti sesuatu yang engkau tidak mempunyai pengertian tentang hal itu, sebab sesungguhnya pendengaran, peng-lihatan dan hati nurani itu semuanya bertanggung jawab atas hal tsb”.
19. Q.S. Al-Mujadalah: 11
....يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا العِلمَ دَرَجَاتٍ .....
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman diantara kamu dan yang berilmu pengetahuan bertingkat-tingkat”.
20. Q.S. Fushilat:37
.....لاَ تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلاَ لِلقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ .....
“Janganlah kamu bersujud kepada matahari ataupun bulan tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya”.
21. Q.S. Al-Fatihah: 4
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
“(Tuhan adalah) pemilik atau Raja hari agama”.
Q.S. Al-Haj: 56
المُلكُ يَوْمَئِذٍ لِّلَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ ......
“Kerajaan pada hari itu hanya bagi Allah, dia mengadili antara manusia”.
Q.S. Al-Mukmin :16 (suatu lukisan simbolis)
......لِّمَنِ المُلكُ اليَوْمَ لِلَّهِ الوَاحِدِ القَهَّارِ
“Bagi siapakah kerajaan hari ini? Bagi Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa”.
22. Q.S. Al-Baqarah : 48
وَاتَّقُواْ يَوْماً لاَّ تَجْزِي نَفْسٌ عَن نَّفْسٍ شَيْئاً وَلاَ يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلاَ يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلاَ هُمْ يُنصَرُونَ
“Dan berjaga-jagalah kamu sekalian terhadap masa di mana seseorang tidak dapat; sedikitpun membela orang lain, dan di mana tidak diterima sesuatu pertolongan, dan tidak pula suatu tebusan, serta tidak pula mereka itu akan dibantu”.
23. Q.S. Al-Araf : 187
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُل إِنَّمَا عِلمُهَا عِندَ رَبِّي لاَ يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلاَّ هُوَ .......
“Mereka bertanya kepada engkau (Muhammad) tentang hari kiamat: kapan terjadinya? Jawablah: sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu hanya ada pada Tuhan: tidak seseorang pun dapat menjelaskan waktunya selain Dia sendiri”.
BAB II
PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN
01. Q.S. Ar- Rum : 30
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَ...........
“Hadapkan dengan seluruh dirimu itu kepada agama (Islam) sebagaimana engkau adalah hanief (secara kodrat memihak kebenaran). Itulah fitrah Tuhan yang telah memfitrahkan manusia padanya”.
02. Q.S. Adz-Dzariyat : 56
وَمَا خَلَقْتُ الجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Kau (Tuhan) tidaklah menciptakan Jin dan manusia kecuali untuk berbakti kepada-Ku”.
Q.S. Al-Baqarah : 156
.......اْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ
“Sesungguhnya kita (manusia) adalah milik Tuhan dan sesungguhnya kita semuanya kembali kepada-Nya”.
03. Q.S. At-Taubah:105
وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالمُؤْمِنُونَ......
“Katakanlah: bekerjalah kamu sekalian! Tuhan akan melihat kerjamu demikian juga rasul-Nya dan orang-orang yang beriman (masyarakat)”.
Q.S. An-Nadjm : 39
وَأَن لَّيْسَ لِلإِنسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى
“Mereka tidaklah memperoleh sesuatu kecuali apa yang telah dikerja-kannya”.
04. Q.S. Ash-Shaf : 2-3
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لاَ تَفْعَلُونكَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لاَ تَفْعَلُونََ
“Hai orang-orang yang beriman mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kejakan? Besar dosanya bagi Tuhan jika kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan”.
05. Q.S. An-Nahl : 97
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa berbuat baik lelaki maupun perempuan, sedangkan dia beriman maka pasti Kami (Tuhan) berikan kepadanya hidup yang bahagia, dan pasti Kami berikan pahala kepada mereka dengan sebaik-baiknya apa yang telah mereka kerjakan”.
Q.S. An-Nisa : 111
وَمَن يَكْسِبْ إِثْماً فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُ عَلَى نَفْسِهِ وَكَانَ اللّهُ عَلِيماً حَكِيماً
“Barangsiapa berbuat kejahatan maka dia telah memperbuatnya dengan merugiakan dirinya sendri”.
06. Q.S. Al-Ankabut : 6
وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ العَالَمِينَ
“Barangsiapa berjuang maka sebenarnya dia berjuang untuk kebaikan dirinya sendiri”.
07. Q.S. An-Nisa : 125
وَمَنْ أَحْسَنُ دِيناً مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لله وَهُوَ مُحْسِنٌ واتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَاتَّخَذَ اللّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً
“Siapakah yang lebih baik dalam hal agama daripada orang yang menyerahkan diri dengan seluruh pribadinya kepada Tuhan dan dia berbuat baik (cinta kebaikan) serta mengikuti ajaran Ibrahim secara hanief?”.
08. Q.S. Az-Zumar : 18
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ القَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُوْلَئِكَ هُمْ أُوْلُوا الأَلبَابِ
“Mereka yang mendengarkan perkataan (pendapat) berusaha mengikuti yang terbaik (benar) daripadanya mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk Tuhan, dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal pikiran”.
09. Q.S. Al-Baqarah : 269
يُؤتِي الحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ وَمَن يُؤْتَ الحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْراً كَثِيراً وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الأَلبَابِ
“Tuhan memberikan kebijaksanaan kepada siapa yang dikehendakinya. Maka barangsiapa mendapatkan kebijaksanaan itu sungguh dia telah memperoleh kebaikan yang melimpah. Dia tidaklah memikirkan hal itu kecuali orang-orang yang berakal”.
10. Q.S. Al-An’am : 125
فَمَن يُرِدِ اللّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلاَمِ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَل صَدْرَهُ ضَيِّقاً حَرَجاً كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاء....َ
Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit....
11. Q.S. Ali-Imran : 134
..... وَالكَاظِمِينَ الغَيْظَ وَالعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ المُحْسِنِينَ
“(Orang-orang yang bertakwa itu).... mereka yang dapat menahan amarah dan suka memaafkan kepada sesama manusia dan Tuhan minta kepada orang-orang yang selalu berbuat baik”.
12. Q.S. Al-Baiyanah : 5
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ القَيِّمَةِ
“Mereka tidaklah diperintahkan kecuali untuk berbakti kepada Tuhan dengan mengikhlaskan agama (kebaktian) semata-mata kepada-Nya secara hanief (mencari kebenaran), menegakkan sholat dan mengeluarkan zakat. Itulah jalan hidup (agama) yang benar”.
13. Q.S. Al-Baqarah : 207
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَاللّهُ رَؤُوفٌ بِالعِبَادِ
“Diantara manusia ada yang meyerahkan dirinya (seluruh hidupnya) untuk memperoleh persetujuan (ridha) Tuhan. Dan Tuhan mencintai hamba-hamba-Nya”.
Q.S. Al-Insan : 8-9
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِيناً وَيَتِيماً وَأَسِيراإِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لاَ نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاء وَلاَ شُكُوراًً
“Dan mereka itu memberikan makan kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang tertawan atas dasar sukarela. Mereka berkata kami memberi makan kepadamu semata-mata hanya karena diri Tuhan (mencari ridha-Nya) bukan karena mengharapkan balasan atau ucapan terima kasih”.
14. Kesimpulan Q.S. Al-Baqarah :264
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاء النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلداً لاَّ يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُواْ .................
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menggugurkan sedekahnya dengan cacian dan celaan, sebagaimana orang yang mendermakan hartanya karena pamrih kepada sesama manusia serta tidak percaya kepada Tuhan dan hari kemudian. Maka perumpamaan baginya adalah seperti batu yang di atasnya ada debu dan kemudian disapu oleh hujan lebat dan batu itu tertinggal lincin. Mereka itu tidak sedikitpun menguasai apa yang mereka kerjakan”.
15. Disimpulkan dari Q.S. Fathir : 10
مَن كَانَ يُرِيدُ العِزَّةَ فَلِلَّهِ العِزَّةُ جَمِيعاً إِلَيْهِ يَصْعَدُ الكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَكْرُ أُوْلَئِكَ
هُوَ يَبُورُ
“Barangsiapa menghendaki kemuliaan itu ada pada Tuhan, kepada-Nya ucapan yang baik menuju dan pekerjaan yang baik diangkat-Nya”.
BAB III
KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN
KEHARUSAN UNIVERSAL (TAKDIR)
01. Q.S. Al-Anfal : 25
وَاتَّقُواْ فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّة...ً
“Berhati-hatilah kamu sekalian terhadap malapetaka yang benar-benar tidak hanya menimpa orang-orang jahat diantara kamu”.
02. Q.S. Al-Baqarah : 48
وَاتَّقُواْ يَوْماً لاَّ تَجْزِي نَفْسٌ عَن نَّفْسٍ شَيْئاً وَلاَ يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلاَ يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلاَ هُمْ يُنصَرُونَ
“Berhati-hatilah kamu sekalian akan hari (akhir) di mana seseorang tidak dapat membela orang lain sedikit pun, dan tidak pula dapat diterima pertolongan dan tembusan daripadanya, serta tidak pula orang-orang itu akan dibantu”.
Q.S. Lukman : 33
...وَاخْشَوْا يَوْماً لاَّ يَجْزِي وَالِدٌ عَن وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَن وَالِدِهِ شَي........ ُ
“Ingatlah selalu akan hari (kiamat) di mana seorang ayah tidak menanggung anaknya dan tidak pula seseorang akan menanggung ayahnya sedikitpun”.
03. Q.S. Al-Hadid : 22
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي أَنفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tidaklah terjadi suatu kejadianpun di muka bumi ini dan pada diri kamu sekalian (masyarakat) melainkan ada dalam catatan sebelum Kami beberkannya. Sesungguhya hal itu bagi Tuhan perkara yang mudah”.
04. Q.S. Ar-Rad : 11
.... إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ.......
“Sesungguhnya Tuhan tidak merubah sesuatu (nasib) yang ada pada suatu bangsa sehingga mereka merubah sendiri apa yang ada pada diri (jiwa) mereka”.
05. Q.S. Al-Hadid : 23
لِكَيْلاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Agar kamu tidak putus asa atas kemalangan yang menimpa dan tidak pula terlalu bersuka ria dengan kejujuran yang datang kepadamu”.
BAB IV
KETUHANAN YANG MAHA ESA DAN PERIKEMANUSIAAN
01. Q.S. Lukman : 30
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ البَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ العَلِيُّ الكَبِيرُ
“Demikianlah, sebab sesunguhnya Tuhan itulah kebenaran, sedangkan apa yang mereka puja selain-Nya kepalsuan, dan sesunguhnya Tuhan itu Maha Tinggi dan Maha Agung”.
02. Q.S. Ali Imran : 60
الحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلاَ تَكُن مِّن المُمْتَرِينَ
“Kebenaran itu dari Tuhan, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu”.
03. Q.S. Al-Lail : 19, 20, 21
وَمَا ِلأَحَدٍ عِندَهُ مِن نِّعْمَةٍ تُجْزَى.إِلاَّ ابْتِغَاءوَجْهِ رَبِّهِ الأَعْلَى.وَلَسَوْفَ يَرْضَى
“Tidaklah bagi seseorangpun suatu kebahagiaan itu dianugrahkan oleh-Nya (Tuhan) kecuali (jika amal perbuatannya) semata-mata untuk mencari muka (ridha) Tuhan yang Maha Tinggi; dan tentulah Ia akan meridhainya”.
04. Q.S. Ali Imran : 19
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ.....
“Sesunguhnya agama itu bagi Tuhan ialah pernyataan diri (Islam)
05. Q.S. Al-Ahzab : 39
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالاَتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلاَ يَخْشَوْنَ أَحَداً إِلاَّ اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيباً
“Mereka yang menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan dan menghambakan diri kepada-Nya; mereka tidak menghambakan diri kepada siapapun kecuali kepada Tuhan, dan cukuplah Tuhan yang memperhitungkan (amal mereka)”.
06. Q.S. Asy-Syu’ara : 226
وَأَنَّهُمْ يَقُولُونَ مَا لاَ يَفْعَلُونَ
“Dan sesungguhnya mereka itu mengatakan hal-hal yang mereka tidak kerjakan”.
07. Tentang rangkaian tak terpisahkan dari pada iman dan amal saleh dapat dilihat dari pengulangan tidak kurang dari lima puluh kali kata-kata “Aamanu wa’amilus shaalihat” dan terdapat di mana-mana di dalam Al-Qur’an.
08. Q.S. Al-An-Nur : 39
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاء حَتَّى إِذَا جَاءهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئاً.......
“Orang-orang kafir itu amal perbuatan mereka bagaikan fata-morgana disuatu lembah; orang yang kehauasan mengiranya air, tetapi setelah didatangi tidak didapatinya sesuatu apapun”.
09. Q.S. At-Taubah : 109
أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَم مَّنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىَ شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ.......
“Apakah orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Tuhan dan mencari ridha-Nya itu lebih baik, atukah orang yang mnedirikan bangunannya pada tepi jurang yang retak kemudian runtuh bersamanya masuk neraka jahanam?”
10. Q.S. Lukman : 13
..........إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلمٌ عَظِيمٌ
“Sesunguhnya syirik itu suatu kejahatan yang besar”.
11. Iman tidak mungkin bercampur dengan kejahatan, sebagaimana tersimpul dalam Q.S. Al-An’am : 82
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Mereka yang beriman dan tidak mencapur iman mereka dengan kejahatan, mereka itulah orang-orang yang mendapat ketentraman, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.
12. Hadist, artinya:
“Sesungguhnya yang paling Aku (Rasul) khawatirkan menimpa sekalian ialah syirik kecil yaitu ria’ (pamrih)”
13. Disimpulkan dari titik perpisahan antara orang-orang dan orang-orang kafir Pemegang kitab suci (Kristen dan Yahudi) dalam Q.S. Ali Imran : 64
قُل يَا أَهْلَ الكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئاً وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ فَإِن
تَوَلَّوْاْ فَقُولُواْ اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Katakanlah: hai kaum pemegang kitab suci (Kristen dan Yahudi), marilah kamu sekalian menuju titik persamaan antara kami (umat Islam) dan kamu, yaitu bahwa kita tidak mengabdi kecuali kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kita tidak sedikitpun membuat syirik kepada-Nya, dan tidak pula sebagian dari kita mengangkat sebagian yang lain menjadi Tuhan-Tuhan (dengan kekuasaan-kekuasaan dan wewenang seperti yang ada pada Tuhan Yang Maha Esa) selain Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian jika mereka mengelak katakanlah: jadilah kamu sebagai saksi-saksi bahwa kami ini orang-orang Muslim (hanya mnegabdi diri kepada Tuhan saja)”.
14. Tersimpul penilaian kepada Fir’aun dalam Q.S. Al-Qashas : 4
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلاَ فِي الأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعاً يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِّنْهُمْ......
“Sesungguhnya Fir’aun itu telah menjadikan sombong di bumi ini, dia menjadikan rakyatnya berkelompok-kelompok (devide et impera) dan menindas sebagian dari mereka”.
15. Q.S. An-Nahl : 90
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ.........
“Sesungguhnya Tuhan memerintahkan untuk menegakkan keadilan dan mengusahakan kebaikan”.
BAB V
INDIVIDU DAN MASYARAKAT
01. Q.S. Az-Zakhruf : 32
......نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الحَيَاةِ الدُّنْيَا..........
“Kami (Tuhan) membagi-bagi diantara mereka (manusia) kehidupan mereka selama di dunia”.
02. Q.S. Al-Maidah : 48
.......لِكُلٍّ جَعَلنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجا.......
“Bagi setiap golongan diantara kamu telah kami tetapkan suatu cara dan jalan hidup tertentu”.
03. Q.S. Al-Lail : 4
إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى
“Sungguh usahamu sekalian (manusia) sangat beraneka ragam”.
04. Q.S. Al-Isra : 84
قُل كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلاً
“Katakanlah setiap orang bekerja sesuai dengan pembawaannya. Sebenarnya Tuhanmulah yang lebih mnegetahui siapa yang lebih benar jalan hidupnya”.
Q.S. Az-Zumar : 39
قُل يَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ
“Katakanlah, hai rakyatku, kerjakanlah sesuai dengan kebiasaamu!. Aku pun bekerja pula, dan kamu kelak akan mengetahui (hasilnya)”.
Apa yang disebutkan dalam ayat-ayat No. 1, 2, 3 dan 4 di atas menunjukkan differensiasi dan realisasi kerja yang harus dikerjakan dengan sukarela, tanpa paksaan.
05. Q.S. Yunus : 53
......إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ......
“Sesungguhnya nafsu itu mendorong kepada kejahatan, kecuali mereka yang mendapatkan rahmat dari Tuhanku”.
Q.S. Ar-Rum : 29
بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءهُم بِغَيْرِ عِلمٍ......
“Sebenarnya saja orang-orang jahat itu mengabdi kepada hawa nafsu mereka tanpa ilmu pengetahuan”.
06. Q.S. Al-Maidah : 2
......وَتَعَاوَنُواْ عَلَى البرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالعُدْوَانِ......
“Bergotong royonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bergotong royong dalam kejahatan dan permusuhan”.
07. Q.S. Zal-Zalah : 7-8
فَمَن يَعْمَل مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُوَمَن يَعْمَل مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَه
“Barangsiapa mengerjakan seberat atom kebaikan dia akan menyaksikan (akibat baiknya), dan barangsiapa mengerjakan seberat atom kejahatan diapun akan menyaksikan (akibat buruknya)”.
08. Q.S. At-Taubah : 74
.... فَإِن يَتُوبُواْ يَكُ خَيْراً لَّهُمْ وَإِن يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللّهُ عَذَاباً أَلِيماً فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ....
“Dan jika orang-orang (jahat) itu bertaubat maka kebaikanlah bagi mereka, tetapi mereka membangkang maka Tuhan akan menyiksa dengan siksaanyang pedih dunia dan akhirat”.
Q.S. An-Nahl : 30
.....لِّلَّذِينَ أَحْسَنُواْ فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الآخِرَةِ خَيْرٌ.....
“Bagi mereka yang berbuat baik di dunia ini mendapatkan kebaikan dan tentulah kebaikan di akhirat lebih lagi”.
09. Q.S. Al-Ankabut : 69
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ المُحْسِنِينَ
“Dan mereka yang berjuang di jalan-Ku (kebenaran), maka pasti Aku tujukan jalannya (mencapai tujuan) sesungguhnya Tuhan itu cinta kepada orang-orang yang selalu berbuat baik progresif)
10. Q.S. Al-Hujarat : 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai sekalian umat manusia, sesungguhnya Kami (Tuhan) telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan kami jadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku ialah agar kamu saling kenal mengenal. Sesunguhnya yang paling mulia diantara kamu bagi Tuhan ialah yang bertaqwa (cinta kebenaran); sungguh Tuhan itu Maha Mengetahui dan Maha Teliti”.
Q.S. Al-Hujarat : 10
إِنَّمَا المُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman (cinta kebenaran) itu bersaudara, maka usahakanlah adanya kerukunan diantara dua golongan saudaramu”
BAB VI
KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI
01. Q.S. Al-Lail: 8-10
وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَىوَكَذَّبَ بِالحُسْنَىفَسَنُيَسِّرُهُ لِلعُسْرَى
“Adapun orang yang kikir (tidak mau mengorbankan sedikitpun dari hanya) dan merasa cukup sendiri (egoistis) serta mendustakan (mencemoohkan) kebaikan, maka ia Kami licinkan jalan ke arah kesukaran (kekacauan)”.
02. Q.S. Al-Maidah : 8
....وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ.....
“Janganlah sekali-kali kebencian segolongan orang itu membuat kamu menyeleweng dan tidak menegakkan keadilan; tegakkanlah keadilan itulah yang mendekati taqwa (kebenaran) dan bertaqwalah kamu pada Tuhan”.
03. Q.S. Ali Imran : 104
وَلتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ المُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ المُفْلِحُونَ
“Hendaknya ada diantara kamu suatu kelompok yang mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf (baik sesuai dengan prikemanusiaan, dan melarang yang mungkar (jahat, ditolak oleh prikemanusiaan)”.
04. Hadist:
“Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu bertanggung jawab atas pimpinannya”.
05. Q.S. As-Syura : 38
.....وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ....
“Urusan mereka diselesaikan melalui musyawarah diantara mereka”
Q.S. As Syura : 42
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الحَقِّ ....
Sesunguhnya kesalahan terletak pada mereka yang mendzalimi (bertindak tidak adil) kepada manusia dan berbuat kekacauan di muka bumi tanpa alasan kebenaran”.
06. Q.S. An-Nisa : 58
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالعَدْلِ .....
“Sesungguhnya Tuhan memerintahkan kepada kamu sekalian agar kamu menunaikan amanat-amanat kepada yang berhak, dan jika kamu memerintah diantara manusia, maka memerintahlah dengan menegakkan keadilan”.
07. Q.S. An-Nisa : 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ .....
”Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu sekalian kepada Tuhan dan taatlah kepada rasul-Nya serta kepada orang-orang yang memegang urusan (pemerintahan) dari antara kamu”.
08. Q.S. Al-Maidah :45
.......وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Barangsiapa tidak menjalanakan hukum yang diturunkan oleh Tuhan (ajaran kebenaran), maka mereka itu adalah orang-orang jahat”.
09. Q.S. Al- Hadid : 20
اعْلَمُوا أَنَّمَا الحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الأَمْوَالَِدِ..
“Ketahuilah bahwa sesunguhnya hidup di dunia (sejarah) ini adalah permainan, kesenangan dan perhiasan, serta saling membanggakan diantara kamu dan saling mengatasi (perlombaan memperbanyak dalam hal harta kekayaan dan keturunan)”.
10. Q.S. Al-Isra : 16
وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا القَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيراً
“Apabila Kami (Tuhan) mengehendaki untuk mneghancurkan suatu negeri, kami berikan kesempatan kepada orang-orang yang mewah di negeri itu memerintah, kemudian mereka membuat kecurangan-kecurangan di negeri itu akan benar-benar terjadilah keputusan kata (vonis) atas negeri itu, kami hancur luluhkannya”.
11. Q.S. ditarik kesimpulan dari Firman Tuhan tentang orang-orang Yahudi yang terkutuk (karena sifat-sifat kapitalis mereka) yaitu: Al-Qur’an. Surat An-Nisa :160-161
فَبِظُلمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ اللّهِ كَثِيرا. وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُواْ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ
بِالبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَاباً أَلِيماً
“Maka karena kejahatan orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka kehidupan yang baik yang dahulunya dihalalkan dan karena mereka banyak sekali menghalang-halangi jalan kepada Tuhan (jalan kebenaran). Demikian juga karena mengambil riba padahal sudah dilarang, dan karena mereka merampas harta kekayaan mausia dengan cara yang tidak benar (bathil)”.
Demikian juga dapat disimpulkan dari seruan Nabi Syu’aib kepada rakyatnya (rakat Syu’aib adalah suatu prototipe dari masyarakat yang tidak adil atau kapitalis), tersebut di tiga tempat. Q.S. As-Syu’ara : 182-183
وَزِنُوا بِالقِسْطَاسِ المُسْتَقِيم. وَلاَ تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءهُمْ وَلاَ تَعْثَوْا فِي الأَرْضِ مُفْسِدِينَ
“Dan timbanglah dengan ukuran yang betul (adil), serta janganlah merampas harta milik sesama manusia dan janganlah kamu melakukan kejahatan dimuka bumi ini sambil membuat kekacauan”.
Terjadinya tindas-menindas antar sesama manusia (exploitation de i’home par i’home) dapat dipahamkan dari Firman Tuhan dalam Q.S. Al-Baqarah : 279
......وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
“..... Dan jika kamu bertaubat (berhenti dari menjalankan riba atau penindasan kapitalis), maka kamu memperoleh kembali kapital-kapitalmu, kamu tidak boleh mendzalimi (memperlakukan secara adil, menindas) dan tidak pula boleh didzalimi (diperlakukan secara tidak adil, ditindas)”.
Jaminan kemenangan bagi kaum miskin (dalam Al-Qur’an juga disebutkan secara khusus dengan “Al-Mustad Lafun”, artinya orang-orang yang dilemahkan; dimelaratkan atau dijadikan hina dina, ditindas), tersebut dalam rangkai serita tentang Fir’au, yaitu Q.S. Al-Qashas : 5
وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الوَارِثِينَ
“Dan Kami (Tuhan) menghendaki untuk memberikan pertolongan ke-pada kaum tertindas di bumi, untuk kami jadikan mereka itu pemimpin-pemimpin, dan Kami jadikan pula mereka itu pewaris-pewaris.
12. Pemberantasan kapitalisme harus dilakukan dengan konsekuen, bila perlu dengan menyatakan perang kepada kaum kapitalis, sesuai dengan peritah Tuhan dalam Q.S. Al-Baqarah : 278-279
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ. فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ
أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertawalah kamu sekalian kepada Tuhan, dan tingalkan apa yang tersisa daripada riba (penindasan kapitalis) kalau kamu benar-benar beriman. Jika tidak kamu kerjakan (perintah meninggal-kan riba) maka bersiaplah kamu sekalian terhadap adanya perang dari Tuhan dari rasul-Nya (perang suci, jihad). Tetapi jika kamu taubat (berhenti dari melakukan penindasan kapitalis) maka kamu dapat memperoleh kembali kapital-kapitalmu. Kamu tidak menindas dan tidak ditindas.
13. Q.S. Al-Humazah : 1-3
وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ. الَّذِي جَمَعَ مَالاً وَعَدَّدَهُ. يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَه
“Celakalah bagi setiap bencana (kaum sinis kepada kebenaran), yang suka mengumpul-kumpulkan harta dan mneghitung-hitungnya, dia mengira hartanya itu bakal mengekalkannya”.
14. Kaum Muslimin adalah yang seharusnya memperlopori tugas suci itu. Kaum muslimin digambarkan dalam Q.S. Ali Imran : 110
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ المُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ ........
“Kamu adalah sebaik-baiknya golonganyang diketengahkan diantara manusia, karena kamu selalu menganjurkan kepada kebaikan dan mencegah daripada kejahatan, dan kamu semua beriman kepada Tuhan”.
15. Q.S. Ash-Shaf : 2-3
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لاَ تَفْعَلُونَ. كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لاَ تَفْعَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Besar dosanya bagi Tuhan jika kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan”.
16. Q.S. Al-Ankabut : 45
......إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الفَحْشَاء وَالمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ .....
“Sesungguhnya shalat itu mencegah melakukan kekejian-kekejian dan kejahatan, dan sungguh selalu ingat Tuhan itu merupakan sesuatu yang agung”.
17. Hadist :
“Shalat adalah tiang agama; barangsiapa mengerjakannya berarti menegakkan agamadan barangsiapa meninggalkannya berarti merobohkan agama”.
18. Q.S. Lukman : 30
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ البَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ العَلِيُّ الكَبِيرُ
“Demikianlah, sebab sesungguhnya Tuhan itulah kebenaran, sedang apa yang mereka puja selain-Nya kepalsuan, dan sesungguhnya Tuhan Itu Maha Tinggi dan Maha Agung”.
19. Q.S. Ar-Rum : 37
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Tidaklah mereka lihat bahwa Tuhan melapangkan rezeki (ekonomi) bagi siapa saja yang Ia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya dalam hal itu ada pelajaran-pelajaran bagi orang yang beriman”.
20. Q.S. At-Taubah : 60
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلفُقَرَاء وَالمَسَاكِينِ ......
“Sesungguhnya sedekah (zakat) itu untuk fakir miskin”
21. Q.S. Al-Baqarah : 188
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan jangalah kamu memakan harta kamu dengan cara yang bathil (tidak benar) diantara kamu, dan kamu mengadukan hal itu kepada hakim-hakim (pemerintah) agar kamu dapat mengambil bagian dari harta orang lain dengan dosa, padahal kamu mengetahui”.
22. Q.S. Al-Furqon : 67
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَاماً
“Dan mereka yang apabila mempergunakan hartanya tidak berlebihan dan tidak pula berkekurangan, melainkan berada dalam kesinambungan antara keduanya”.
23. Q.S. Al-Isra : 26-27
وَآتِ ذَا القُرْبَى حَقَّهُ وَالمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيراً. إِنَّ المُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً
“Berikanlah kepada keluarga itu haknya (dari harta yang kamu miliki), demikian juga kepada orang miskin dan orang yang terlantar, dan janganlah kamu berlebih-lebihan (mewah) sekali. Sebab yang berlebih-lebihan itu adalah kawan-kawan setan, sedangkan syetan itu ingkar kepada Tuhannya”.
24. Q.S. Al-Isra : 16
“Apabila Kami (Tuhan) menghendaki untuk menghancurkan suatu negeri, kami berikan kepada orang-orang yang mewah di negeri itu untuk memerintah, kemudian mereka membuat kecuaranga-kecurangan di negeri itu maka benar-benar terjadilah keputusan kata (vonis) atas negeri itu, lalu Kami hancur luluhkan”.
25. Q.S. Muhammad : 38
هَاأَنتُمْ هَؤُلاَء تُدْعَوْنَ لِتُنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنكُم مَّن يَبْخَلُ وَمَن يَبْخَل فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَن نَّفْسِهِ وَاللَّهُ الغَنِيُّ وَأَنتُمُ الفُقَرَاء وَإِن تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِل قَوْماً غَيْرَكُمْ ثُمَّ لاَ يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
.“Demikianlah kamu adalah orang yang diserukan untuk mempergunakan hartamu di jalan Tuhan (untuk kebaikan dan kepentingan umum). Maka diantara kamu ada yang kikir dan barangsiapa kikir kepada dirinya sendiri. Tuhan tidak memerlukan sesuatu pun, tetapi kamulah yang memerlukan, dan kalau kamu berpaling (tidak mau mempergunakan harta untuk kepentingan umum) Tuhan akan menggantikan kamu dengan golongan lain, kemudian mereka tidak lagi seperti kamu”.
26. Q.S. Yunus : 55
أَلا إِنَّ لِلّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ ........
“Ingatlah bahwa sesungguhnya kepunyaan Tuhanlah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi”.
27. Q.S. Al-A’raf : 10
وَلَقَدْ مَكَّنَّاكُمْ فِي الأَرْضِ وَجَعَلنَا لَكُمْ فِيهَا ......
“Adalah Kami (Tuhan) yang sesungguhnya menempatkan kamu di bumi dan membuat untuk kamu sekalian di dalamnya perikehidupan/mata pencaharian”.
28. Q.S. Al-Hadid : 7
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ ..........
“Berimanlah kamu kepada Tuhan dan rasul-Nya dan dermakanlah dari harta yang kamu dijadikan oleh Tuhan untuk mengurusnya”.
Q.S. An-Nur : 33
.....وَآتُوهُم مِّن مَّالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ ......
“Dan berikanlah kepada mereka (orang-orang miskin) itu dari harta tuhan yang telah diberikan-Nya kepada kamu
29. Q.S. Al-Ma’aridj : 24-25
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌلِّلسَّائِلِ وَالمَحْرُومِ
“Dan orang-orang itu pada harta mereka terdapat hak yang pasti bagi orang miskin yang meminta-minta maupun yang tidak meminta-minta”.
BAB VII
KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUAN
01. Q.S. At-Tien : 6]
إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ .........
“Kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh”
02. Q.S. Al-Qashas : 88
......كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ ......
“Segala sesuatu itu rusak (berubah) kecuali diri-Nya (Tuhan)”.
03. Q.S. Al-An’am : 57
....إِنِ الحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ يَقُصُّ الحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الفَاصِلِينَ
“Sesungguhnya hukum atau nilai itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia adalah sebaik-baik pemutus perkara”.
04. Q.S. Al-Isra’ : 36
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالبَصَرَ وَالفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
“Dan janganlah engkau mengikuti sesuatu yang engkau tidak mempunyai pengertian akan Dia, sebab sesungguhnya pendengar-an, penglihatan dan hati nurani itu semuanya bertanggung jawab atas hal tersebut”.
05. Q.S. Fushilat : 53
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الآفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Akan Kami perintahkan kepada mereka (manusia) tanda-tanda kami di ruang angkasa dan dalam diri mereka sendiri, sehingga menjadi jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Tidaklah cukup dengan Tuhanmu bahwa Dia menyaksikan segala sesuatu”.
06. Q.S. Fathir : 28
.........إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ العُلَمَاء .......
“Sesungguhnya yang bertaqwa kepada Allah itu dari hamba-hamba-Nya hanyalah mereka yang berilmu pengetahuan”.
Q.S. Ali Imran: 18
شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ العِلمِ قَآئِمَاً بِالقِسْطِ ......
“Allah sendiri menjadi saksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, begitu pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan tegak pada kejujuran”.
07. Q.S. Mudjaddalah : 11
..... يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا العِلمَ دَرَجَاتٍ .......
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman diantara kamu dan berilmu pengetahuan bertingkat-tingkat”.
08. Q.S. Al-Jatsiyah : 13
وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً مِّنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لَّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Dia (Tuhan) mneyediakan bagi kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, kesemuanya berasal pada-Nya. Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda-tanda (ayat-ayat) bagi golongan yang berpikir”.
09. Q.S. Ali Imran : 137
“Telah lewat sebelum kamu hukum-hukum sejarah; maka mengembara-lah kamu di muka bumi kemudian perhatikanlah olehmu bagaimana akibat orang-orang yang mendustakannya”.
10. Q.S. As-Syam : 9-10
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا.وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
“Sungguh berbahagialah dia yang membersihkannya (dirinya) dan sung-guh celakalah dia yang mengotorinya (dirinya)”.
11. Q.S. Yusuf : 111
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُوْلِي الأَلبَابِ ........
“Sesungguhnya dalam riwayat mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berpikir”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar